Blognya Orang GOBLOK

Blognya orang GOBLOk yang pengen pinter,hanya sebagai koleksi pribadi yang isinya di ambil dari berbagai sumber dan sebagai tempat belajar buat saya pribadi.

Wednesday, September 22, 2010

Nyi Roro KIdul

Cerita Misteri Kanjeng Ratu Kidul
Di suatu masa, hiduplah seorang putri cantik bernama Kadita. Karena kecantikannya, ia pun dipanggil Dewi Srengenge yang berarti matahari yang indah. Dewi Srengenge adalah anak dari Raja Munding Wangi. Meskipun sang raja mempunyai seorang putri yang cantik, ia selalu bersedih karena sebenarnya ia selalu berharap mempunyai anak laki-laki. Raja pun kemudian menikah dengan Dewi Mutiara, dan mendapatkan putra dari perkimpoian tersebut. Maka, bahagialahsang raja.
Dewi Mutiara ingin agar kelak putranya itu menjadi raja, dan ia pun berusaha agar keinginannya itu terwujud. Kemudian Dewi Mutiara datang menghadap raja, dan meminta agarsang raja menyuruh putrinya pergi dari istana. Sudah tentu raja menolak. “Sangat menggelikan. Saya tidak akan membiarkan siapapun yang ingin bertindak kasar pada putriku”, kata Raja Munding Wangi. Mendengar jawaban itu, Dewi Mutiara pun tersenyum dan berkata manis sampai raja tidak marah lagi kepadanya. Tapi walaupun demikian, dia tetap berniat mewujudkan keinginannya itu.
Pada pagi harinya, sebelum matahari terbit, Dewi Mutiara mengutus pembantunya untuk memanggil seorang dukun. Dia ingin sang dukun mengutuk Kadita, anak tirinya. “Aku ingin tubuhnya yang cantik penuh dengan kudis dan gatal-gatal. Bila engkau berhasil, maka aku akan memberikan suatu imbalan yang tak pernah kau bayangkan sebelumnya.” Sang dukun menuruti perintah sang ratu. Pada malam harinya, tubuh Kadita telah dipenuhi dengan kudis dan gatal-gatal. Ketika dia terbangun, dia menyadari tubuhnya berbau busuk dan dipenuhi dengan bisul. Puteri yang cantik itu pun menangis dan tak tahu harus berbuat apa.
Ketika Raja mendengar kabar itu, beliau menjadi sangat sedih dan mengundang banyak tabib untuk menyembuhkan penyakit putrinya. Beliau sadar bahwa penyakit putrinya itu tidak wajar, seseorang pasti telah mengutuk atau mengguna-gunainya. Masalah pun menjadi semakin rumit ketika Ratu Dewi Mutiara memaksanyauntuk mengusir puterinya. “Puterimu akan mendatangkan kesialan bagi seluruh negeri,” kata Dewi Mutiara. Karena Raja tidak menginginkan puterinya menjadi gunjingan di seluruh negeri, akhirnya beliau terpaksa menyetujui usul Ratu Mutiarauntuk mengirim putrinya ke luar dari negeri itu.
Puteri yang malang itu pun pergi sendirian, tanpa tahu kemana harus pergi. Dia hampir tidak dapat menangis lagi. Dia memang memiliki hati yang mulia. Dia tidak menyimpan dendam kepada ibu tirinya, malahan ia selalu meminta agar Tuhan mendampinginya dalam menanggung penderitaan..
Hampir tujuh hari dan tujuh malam dia berjalan sampai akhirnya tiba di Samudera Selatan. Dia memandang samudera itu. Airnya bersih dan jernih, tidak seperti samudera lainnya yang airnya biru atau hijau. Dia melompat ke dalam air dan berenang. Tiba-tiba, ketika air Samudera Selatan itu menyentuh kulitnya, mukjizat terjadi. Bisulnya lenyap dan tak ada tanda-tanda bahwa dia pernah kudisan atau gatal-gatal. Malahan, dia menjadi lebih cantik daripada sebelumnya. Bukan hanya itu, kini dia memiliki kuasauntuk memerintah seisi Samudera Selatan. Kini ia menjadi seorang peri yang disebut Nyi Roro Kidul atau Ratu Pantai Samudera Selatan yang hidup selamanya.
Kanjeng Ratu Kidul = Ratna Suwinda
Tersebut dalam Babad Tanah Jawi (abad ke-19), seorang pangeran dari Kerajaan Pajajaran, Joko Suruh, bertemu dengan seorang pertapa yang memerintahkan agar dia menemukan Kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Karenasang pertapa adalah seorang wanita muda yang cantik, Joko Suruh pun jatuh cinta kepadanya. Tapi sang pertapa yang ternyata merupakan bibi dari Joko Suruh, bernama Ratna Suwida, menolak cintanya. Ketika muda, Ratna Suwida mengasingkan diriuntuk bertapa di sebuah bukit. Kemudian ia pergi ke pantai selatan Jawa dan menjadi penguasa spiritual di sana. Ia berkata kepada pangeran, jika keturunan pangeran menjadi penguasa di kerajaan yang terletak di dekat Gunung Merapi, ia akan menikahi seluruh penguasa secara bergantian.
Generasi selanjutnya, Panembahan Senopati, pendiri Kerajaan Mataram Ke-2, mengasingkan diri ke Pantai Selatan, untuk mengumpulkan seluruh energinya, dalam upaya mempersiapkan kampanye militer melawan kerajaan utara. Meditasinya menarik perhatian Kanjeng Ratu Kidul dan dia berjanjiuntuk membantunya. Selama tiga hari dan tiga malam dia mempelajari rahasia perang dan pemerintahan, dan intrik-intrik cinta di istana bawah airnya, hingga akhirnya muncul dari Laut Parangkusumo, kini Yogyakarta Selatan. Sejak saat itu, Ratu Kidul dilaporkan berhubungan erat dengan keturunan Senopati yang berkuasa, dan sesajian dipersembahkan untuknya di tempat ini setiap tahun melalui perwakilanistana Solo dan Yogyakarta.
Begitulah dua buah kisah atau legenda mengenai Kanjeng Ratu Kidul, atau Nyi Roro Kidul, atau Ratu Pantai Selatan. Versi pertama diambil dari bukuCerita Rakyat dari Yogyakarta dan versi yang kedua terdapat dalam Babad Tanah Jawi. Kedua cerita tersebut memang berbeda, tapi anda jangan bingung. Anda tidak perlu pusing memilih, mana dari keduanya yang paling benar. Cerita-cerita di atas hanyalah sebuah pengatar bagi tulisan selanjutnya.
Kanjeng Ratu Kidul dan Keraton Yogyakarta
Percayakah anda dengan cerita tentang Kanjeng Ratu Kidul, atau Nyi Roro Kidul, atau Ratu Pantai Selatan? Sebagian dari anda mungkin akan berkata TIDAK. Tapi coba tanyakan kepada mereka yang hidup dalam zaman atau lingkungan Keraton Yogyakarta. Mereka yakin dengan kebenarancerita ini. Kebenaran akan cerita Kanjeng Ratu Kidul memang masih tetap menjadi polemik. Tapi terlepas dari polemik tersebut, ada sebuah fenomena yang nyata, bahwa mitos Ratu Kidul memang memiliki relevansi dengan eksistensi Keraton Yogyakarta. Hubungan antara Kanjeng Ratu Kidul dengan Keraton Yogyakarta paling tidak tercantum dalam Babad Tanah Jawi (cerita tentang kanjeng Ratu Kidul di atas, versi kedua). Hubungan seperti apa yang terjalin di antara keduanya?
Y. Argo Twikromo dalam bukunya berjudul Ratu Kidul menyebutkan bahwa masyarakat adalah sebuah komunitas tradisi yang mementingkan keharmonisan, keselarasan dan keseimbangan hidup. Karena hidup ini tidak terlepas dari lingkungan alam sekitar, maka memfungsikan dan memaknai lingkungan alamsangat penting dilakukan.
Sebagai sebuah hubungan komunikasi timbal balik dengan lingkungan yang menurut masyarakat Jawa mempunyai kekuatan yang lebih kuat, masih menurut Twikromo, maka penggunaan simbol pun sering diaktualisasikan. Jika dihubungkan dengan makhluk halus, maka Javanisme mengenal penguasa makhluk halus seperti penguasa Gunung Merapi, penguasa Gunung Lawu, Kayangan nDelpin, dan Laut Selatan. Penguasa Laut Selatan inilah yang oleh orang Jawa disebut Kanjeng Ratu Kidul. Keempat penguasa tersebut mengitari Kesultanan Yogyakarta. Dan untuk mencapai keharmonisan, keselarasan dan keseimbangan dalam masyarakat, maka raja harus mengadakan komunikasi dengan “makhluk-makhluk halus” tersebut.
Menurut Twikromo, bagi raja Jawa berkomunikasi dengan Ratu Kidul adalah sebagai salah satu kekuatan batin dalam mengelola negara. Sebagai kekuatan datan kasat mata (tak terlihat oleh mata), Kanjeng Ratu Kidul harus dimintai restu dalam kegiatan sehari-hari untuk mendapatkan keselamatan dan ketenteraman.
Kepercayaan terhadap Ratu Kidul ini diaktualisasikan dengan baik. Pada kegiatan labuhan misalnya, sebuah upacara tradisional keraton yang dilaksanakan di tepi laut di selatan Yogyakarta, yang diadakan tiap ulang tahun Sri Sultan Hamengkubuwono, menurut perhitungan tahun Saka (tahun Jawa). Upacara ini bertujuanuntuk kesejahteraan sultan dan masyarakat Yogyakarta.
Kepercayaan terhadap Kanjeng Ratu Kidul juga diwujudkan lewat tari Bedaya Lambangsari dan Bedaya Semang yang diselenggarakan untuk menghormati serta memperingati Sang Ratu. Bukti lainnya adalah dengan didirikannya sebuah bangunan di Komplek Taman Sari (Istana di Bawah Air), sekitar 1 km sebelah barat Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, yang dinamakan Sumur Gumuling. Tempat ini diyakini sebagai tempat pertemuan sultan dengan Ratu Pantai Selatan, Kanjeng Ratu Kidul.
Penghayatan mitos Kanjeng Ratu Kidul tersebut tidak hanya diyakini dan dilaksanakan oleh pihak keraton saja, tapi juga oleh masyarakat pada umumnya di wilayah kesultanan.Salah satu buktinya adalah adanya kepercayaan bahwa jika orang hilang di Pantai Parangtritis, maka orang tersebut hilang karena “diambil” oleh sang Ratu.
Selain Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, mitos Kanjeng Ratu Kidul juga diyakini oleh saudara mereka, Keraton Surakarta Hadiningrat. Dalam Babad Tanah Jawi memang disebutkan bahwa Kanjeng Ratu Kidul pernah berjanji kepada Panembahan Senopati, penguasa pertama Kerajaan Mataram, untuk menjaga Kerajaan Mataram, para sultan, keluarga kerajaan, dan masyarakat dari malapetaka. Dan karena kedua keraton (Yogyakarta dan Surakarta) memiliki leluhur yang sama (Kerajaan Mataram), maka seperti halnya Keraton Yogyakarta, Keraton Surakarta juga melaksanakan berbagai bentuk penghayatan mereka kepada Kanjeng Ratu Kidul. Salah satunya adalah pementasan tari yang paling sakral di keraton, Bedoyo Ketawang, yang diselenggarakan setahun sekali pada saat peringatan hari penobatan para raja. Sembilan orang penari yang mengenakan pakaian tradisional pengantin Jawa mengundang Ratu Kidul untuk datang dan menikahi susuhunan, dan kabarnya sang Ratu kemudian secara gaib muncul dalam wujud penari kesepuluh yang nampak berkilauan.
Kepercayaan terhadap Ratu Kidul ternyata juga meluas sampai ke daerah Jawa Barat. Anda pasti pernah mendengar, bahwa ada sebuah kamar khusus (nomor 308) di lantai atas Samudera Beach Hotel, Pelabuhan Ratu, yang disajikan khusus untuk Ratu Kidul. Siapapun yang ingin bertemu dengan sang Ratu, bisa masuk ke ruangan ini, tapi harus melalui seorang perantara yang menyajikan persembahan buat sang Ratu. Pengkhususan kamar ini adalah salah satu simbol ‘gaib’ yang dipakai oleh mantan presiden Soekarno.
Sampai sekarang, di masa yang sangat modern ini, legenda Kanjeng Ratu Kidul, atau Nyi Roro Kidul, atau Ratu Pantai Selatan, adalah legenda yang paling spektakuler. Bahkan ketika anda membaca kisah ini, banyak orang dari Indonesia atau negara lain mengakui bahwa mereka telah bertemu ratu peri yang cantik mengenakan pakaian tradisional Jawa. Salah satu orang yang dikabarkan juga pernah menyaksikan secara langsung wujud sang Ratu adalah sang maestro pelukis Indonesia, (almarhum) Affandi. Pengalamannya itu kemudian ia tuangkan dalam sebuah lukisan.
Asal Usul Nyiroro kidul
Nyai ratu kidul dipercayai sebagai seorang ratu kidul yang sakti, yang menguasai samudra Indonesia. di Jawa Tengah, dia juga dikenal dengan nama Nyai Loro Kidul atau Nyi Lara Kidul. Penduduk sepanjang pantai selatan pulau Jawa sampai saat ini masih mempercayai kesaktiannya, bahkan di Parang Tritis sebuah obyek wisata, kadang-kadang masih dilakukan upacara yang berkaitan dengan Nyi Lara Kidul. Tentang asal usul dan riwayat Nyi Lara Kidul, ada bermacam-macam versi. Dan yang diceritakan di sini adalah

sebuah riwayat yang berasal dari Jawa Barat.
Kono di kerajaan Pajajaran Purba bertahtalah seorang raja bernama Prabu Mundingsari. Baginda dikenal sebagai raja yang berwajah tampan dan bijaksana dalam pemeritahan, hingga dicintai segenap rakyat Pajajaran. Prabu Mundingsari sangat gemar pergi berburu dengan diiringi tamtama atau pengawal. Tetapi hati itu, panglima tersesat dan terpisah dari pengawalnya ketika memburu seekor kijang. Prabu Mundingsari mencoba mencari pengawalnya. Tetapi, sesudah menjelajahi rimba itu sampai setengah hari jejak para pengawal itu belum juga tampak, sehingga Baginda Mundingsari semakin jauh tersesat. Haripun mulai gelap, baginda bermaksud beristirahat.
Karena lelahnya, baginda Mundingsari tertidur. Dalam keadaan setengah tertidur itu, tiba-tiba ada seorang berada di dekatnya.
Baginda terkejut dan segera terbangun. Di hadapannya telah berdiri seorang gadis yang sangat cantik dan tengah tersenyum padanya.
"Oh, siapakah kau…?!" tanya Prabu Mundingsari keheranan.
"Hamba adalah cucu dari raja rimba ini. Apakah tuan adalah raja Mundingsari dari Pajajaran?"
"Ya, aku adalah raja Mundingsari. Ada apa kiranya?"
"Tuanku tampaknya tersesat dan terpisah dari para pengawal tuanku. Sudilah kiranya tuanku singgah di istana kakekku sambil beristirahat di sana."
Karena undangan itu disampaikan dengan ramah dan sopan santun, baginda Mundingsari tidak dapat menolaknya, apalagi orang yang mengundangnya adalah seorang gadis yang sangat cantik. Raja Pajajaran itupun mengikuti si gadis cantik itu.
Tak seberapa lama kemudian sampailah mereka pada istana tempat tinggal gadis itu. Gadis itu segera membawa prabu Mundingsari masuk ke dalam istana. Mereka disambut oleh raja yang berwajah cukup seram. Tetapi kata-katanya cukup ramah.
"Ahahahahahahaha!!! Prabu Mundingsari, selamat datang di istanaku walau tidak seindah istanamu. Kuharap kau akan betah tinggal di sini!! Cucuku mencintai tuan hingga tiap malam, wajah tuan selalu terbawa mimpi dan bahkan dia jatuh sakit. Soal terpisahmu dari pengawal tuan tersesat di rimba ini, akulah yang mengaturnya.
Prabu Mundingsari merasa heran akan kata-kata raja itu. Dia menoleh putri cantik itu yang tampak wajahnya kemalu-maluan.
Karena kecantikan putri itu, lagi pula karena kelemah lembutannya putri itu, Prabu Mundingsari segera jatuh hati pada perempuan itu. Kemudian merekapun menikah dan hidup dalam kebahagiaan.
Baginda tinggal beberapa lama bersama istrinya di istana dalam rimba itu. Hingga pada suatu hari…
"Adinda, rasanya sudah cukup lama kakanda meninggalkan istana Pajajaran. Aku hendak menjenguk ke sana dan hendak kulihat bagaimana keadaan rakyatku," Kata Prabu Mundingsari.

"Baiklah kakanda! Tetapi sesekali datanglah kakanda menjenguk hamba…" sahut istrinya dengan sedih mendengar niat prabu Mundingsari, suaminya itu.
Kemudian, Prabu Mundingsari keluar dari istana menuju Pajajaran. Tetapi, kali ini baginda tidak tersesat dan mudah mendapatkan jalan pulang.
Setiba di istana Pajajaran, baginda disambut dengan isak tangis kegembiraan oleh permaisuri dan siisi istana, karena sudah berbulan-bulan baginda menghilang dalam sebuah perburuan. Kemudian, baginda kembali menduduki tahta Pajajaran dan memerintah sebagaimana sebelumnya.
Berbulan-bulan kemudian. Pada suatu malam, baginda terjaga dari tidurnya karena mendengar suara tangis bayi. Baginda Mundingsari segera bangkit, dan mendatangi sumber suara itu. Maka tampak olehnya sebuah buaian dan di dalamnya terdapat seorang bayi yang tengah menangis.
Baginda segera mendukung bayi yang ternyata seorang bayi perempuan. Tiba-tiba seraut wajah yang dikenalnya sebagai wajah istrinya dari istana di tengah rimba tempo lalu.
"Kakanda Mundingsari, bayi itu adalah anak kita! Dia kuserahkan kepada kakanda untuk kau besarkan di kalangan manusia," kata istrinya itu.
"Dia kalangan manusia? Apa maksud adinda? " tanya prabu Mundingsari tak mengerti.
"Sebenarnya bahwa aku dari kalangan siluman!"sahut istrinya itu.
Baginda Prabu Mundingsari merasa heran dan hanya tertegun sampai beberapa saat. Dia tidak tahu dan tidak menyadari ketika bayangan wajah putri siluman istrinya itu menghilang.
Demikianlah, bayi perempuan itu dipelihara di lingkungan istana dan abadi diberi nama RATNA DEWI SUWIDO. Permaisuri baginda Mundingsari merasa tidak senang akan kehadiran Dewi Suwido di istana Pajajaran. Dia memperlakukannya dengan bengis.
Delapan belas tahun kemudian. Dewi Suwido tumbuh menjadi seorang gadis yang sangat cantik dan sukar dicari tandingannya.
Kecantikannya itu terkenal hingga ke negara-negara tetangga. Hal ini semakin mebuat tak senang hati sang permaisuri apalagi putrinya tidak secantik Dewi Suwido. Sementara itu sudah banyak lamaran dari para pangeran yang bermaksud mepersunting Dewi Suwido, hati permaisuri semakin geram. Oleh sebab itu, timbul maksud jahatnya untuk menyingkirkan Dewi Suwido dari istana.
Dalam mewujudkan maksud jahatnya itu, permaisuri segera mendatangi seorang ahli tenung yang terkenal pandai."Ah tuanku permaisuri tidak perlu khawatir! Hal itu bukan pekerjaan sukar buat hamba," kata dukun tenung itu.
"Ingat…aku inginkan wajah gadis itu rusak. Hingga tak seorangpun sudi memandanginya!" pesan sang permaisuri.
Sepeninggal permaisuri, tukang tenung itu segera melaksanakan permintaan permaisuri. Pada malam harinya, dia mulai menyebarkan ilmunya.
Keesokan harinya, Dewi Suwido bangun dari tidurnya dan merasa tidak enak di sekujur tubuhnya.
"Ah, kepalaku terasa berat. Kulit wajahkupun terasa tebal.
Karena merasa ada kelainan pada wajahnya, gadis itu berkaca. Dia sangat terkejut melihat wajahnya dalam kaca yang kini telah berubah mejadi buruk.
"Ah…apakah…apakah yang berada dalam cermin itu adalah wajahku? Mengapa jadi demikian?"
Ketika menyadari bahwa wajah yang berada di cermin itu memang betul wajahnya. Hati Dewi Sumido jadi hancur. Dia menangis terus menerus. Kecantikannya sama sekali sudah tidak tersisa.
Berhari-hari gadis itu mengurung diri di kamar, dan tidak mau menjumpai orang. Tetapi, atas pembritahuan sang permaisuri, prabu Mundingsari akhirnya tahu kalau Dewi Sumido mengidap penyakit yang berbahaya.
"Ah…kau mengidap penyakit lepra, anakku. Penyakit itu adalah penyakit yang berbahaya….ayahanda merasa menyesali sekali. Tetapi apa boleh buat, kau akan kuasingkandari istana." kata Prabu Mundingsari, ayahnya.
Hati Dewi Suwido semakin remuk ketika ayah kandungnya sendiri bermaksud menyingkirkan dan tidak mau berdekatan dengan dirinya. Baginda Mundingsari segera memerintahkan beberapa orang pengawal mengantarkan Dewi Sumido ke dalam rimba.
Setiba di tepi rimba, para pengawal tidak mau mengantarkannya lebih jauh. Dengan hati pilu, gadis itu melanjutkan perjalanan ke dalam rimba seorang diri. Dia masih belum tahu hendak menuju ke mana. Pada akhirnya, Dewi Sumido tiba di gunung Kombang.
Kemudian, dia bertapa di sana dan memohon pada para dewa agar wajahnya dikembalikan sebagaimana sebelumnya.
Bertahun-tahun dia melakukan tapa, malahan wajahnya semakin rusak. Tetapi, pada suatu hari, dia mendengar sebuah suara.
"Cucuku. Dewi Sumido! Kalau kamu ingin wajahmu kembali seperti semula, berangkatlah menuju ke selatan. Kau harus masuk ke laut Selatan dan bersatu dengannya. Dan tak usah kembali dalam pergaulan manusia."
Setelah mendengar suara itu, Dewi Sumido segera berangkat ke arah selatan seperti yang diperintahkan. Berhari-hati kemudian, tibalah dia di Pantai Selatan. Gadis itu merasa ngeri berada di pantai yang tajam dan curam itu. Tetapi dia percaya akan kata-kata yang didengar dalam tapanya itu, yang dipercaya sebagi petunjuk dari para dewa. Dengan penuh kepercayaan pula Dewi Suwido terjun laut tebing yang curam.
Setelah muncul kembali dari dalam air laut, segala penyakit yang menempel pada tubuh Dewi Suwido telah hilang. Kecantikan Dewi Suwido kembali pada keadaanya semula bahkan lebih cantik. Menurut kepercayaan penduduk setempat, Dewi Suwido masih hidup hingga kini dan menjadi Ratu di Laut Selatan, ratu dari segala jin dan siluman di sana. Benar atau tidaknya cerita di atas, yang jelas penduduk di sepanjang pantai selatan pulau JAwa sampai saat ini masih mempercayai akan kesaktian Ratu Samudra Indonesia itu.

Related Post



No comments:

Post a Comment